BANDUNG - Kalau Sumatera Barat punya panganan khas ketan campur santan dalam bambu dan digarang bara bernama lemang, Jawa Barat, ternyata tak kalah kreasi. Coba saja tengok kedai Doremiebaksol di Jalan Ir. H. Juanda - atau yang biasa dikenal dengan kawasan Dago - No. 347, Bandung.
Di sini ada Nasi Bambu. Dari namanya, mungkin sudah sedikit terbayang tentang menu ini. Nasi ada dalam bambu. Ya, memang tidak salah.
Apa yang membedakannya dengan lemang? Kalau bicara soal bahan dasarnya, tentu sudah berbeda karena dari namanya saja sudah jelas nasi alias beras yang diolah, bukan ketan.
Jadi begini, "Nasi yang dimatangkan terlebih dahulu diberi bumbu rahasia," jelas Wariah, koki yang membuat menu ini, ketika ditemui Tempo di kedai Doremiebaksol, Senin, 26 Juli 2010. Kemudian ditambah dengan teri medan yang telah digoreng. Tak lupa disisipi pula daun kemangi.
Campuran nasi dan bahan penggugah aroma serta rasa itu lalu dibungkus daun pisang. Bentuknya seperti tabung, disesuaikan dengan rongga dalam bambu. Selesai dibalut daun pisang, lantas di masukkan ke dalam bambu sepanjang kira-kira 15 sentimeter. Terus dikukus.
Bambu yang digunakan merupakan jenis bambu bitung. Mengapa? Supaya ukurannya pas dengan tampilan porsi dan daya serap aroma bambu untuk si nasi. Tidak seperti bambu gombong yang diameternya sekitar 15 cm, "Bambu bitung ini paling pas ukurannya untuk porsi nasi bambu," kata Wari, sebutan akrab Wariah.
Nasi lebih nikmat kalau disajikan hangat. Keluar dari kukusan, lebih baik jangan lama-lama dianggurkan nanti keburu dingin. Kalau begini, tentunya mengurangi wangi daun pisang dan si bambu.
Tempo diberi sedikit bocoran kiat sederhana dari Wari, daun pisang yang agak kekuningan memiliki aroma yang lebih santer dibandingkan dengan daun pisang yang masih hijau. "Tapi, karena ini tampilan Nasi Bambu memang warnanya jadi kekuning-kuningan, terkesan seperti nasi lama," ujar ibu lima anak ini yang mendapat resep Nasi Bambu dari seorang pengusaha kafe di Bandung.
Pilihan campuran nasi, kata Wari, sebenarnya tidak hanya teri medan yang disediakan. "Untuk paket Nasi Bambu pesanan - semacam katering - ada juga yang pakai campuran ati-ampela," tuturnya sambil melanjutkan, "Biasanya yang pesan pilihan ini karyawan atau ibu-ibu yang mengadakan pertemuan. Rata-rata setiap pesan sampai 50 paket."
Nasi Bambu dan kawan-kawan disantap dengan sambal terasi. Sambal terasi di kedai ini tidak menonjolkan cita rasa pedas gila-gilaan. "Kalau sambal paket biasa yang disediakan memang tidak dibikin terlalu pedas, kecuali ada pesanan," kata ibu kelahiran Bandung, 15 Desember 1968 ini.
Satu paket Nasi Bambu ditarif sekitar Rp 10.000 sampai Rp 11.000-an saja. Tergantung teman nasi. Teman nasi bisa dipilih lauknya, lauk pertama dan lauk kedua. Lauk pertama seperti gepuk, soto, pepes ayam, ayam goreng, ayam goreng bumbu balado kacang (bumbu Bali), dan ayam balado cabai hijau. Lauk kedua di antaranya tempe goreng, tahu goreng, perkedel jagung, dan perkedel cabai. "Yang paling banyak dipesan itu yang lauk ayam goreng," kata Wari.
Kalau perkedel cabai ternyata baru meluncur tampil meramaikan menu di Doremiebaksol. Menu ini semacam kentang yang dihancurkan diberi bumbu perkedel dan daun bawang kemudian disisipkan di dalam cabai merah geluntungan. Lantas digoreng.
Syahdan yang mencicipi Nasi Bambu dengan teman pepes ayam dan perkedel cabai berkomentar, "Menu ini sebenarnya gaya desa sekali, tapi jadi menarik dikemas begini." Jadi yang terlanjur terjebak rutinitas kota, tiba-tiba ingin masakan desa mending langsung meluncur ke kedai di Dago ini ya.
Doremiebaksol yang berdiri sejak 1 Februari 2010 ini buka setiap hari. Minggu sampai Kamis buka pukul 10.00-21.00 WIB, sedangkan Jumat dan Sabtu dimulai pukul 10.00-22.00 WIB. Aneka modifikasi bakso juga tersedia di sini, seperti Bakso Cabe di antaranya.
Sumber : tempointeraktif
Lihat juga :
marzano
loewy
table8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar