Pages

WELCOME TO MY BLOG

Senin, 29 November 2010

“Nasi Goreng Cut Meutiah ala Warung Pak Minto

Wisata kuliner tidak harus di restoran mewah. Tidak pula di kafe dengan gemerlap lampu dan lantunan jazz . Tapi, di bawah stasiun kereta api, kuliner pun tidak kalah menarik. Apalagi makanannya tidak kalah nendang dengan makanan ala resto atau kafe yang bermerek. Ditambah dengan harga yang cukup ekonomis. Sesekonomis tiket kereta api listrik yang menderu di atasnya. Wink

Tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam. Bagi yang ingin menggoyang lidah dalam suasana kerakyatan dan suguhan bunyi gemerudug dari kereta api lewat, ini bisa jadi alternatif. Inilah warung makan Pak Minto yang terletak persis di bawah Stasiun Kereta Api Gondangdia—tepatnya di parkiran stasiun dan seberang restoran Padang Sederhana dan Masjid Cut Meutia, Jakarta Pusat.

Rabu malam, 15 Juli 2009, usai jam kantor, aku dan seorang kawan kembali nongkrong di warung Pak Minto ini. Jauh-jauh meluncur dengan sepeda motor dari Kelapa Gading—sambil sekalian pulang ke rumah, hanya ingin cincang daging sapi di warung itu. Usai memarkir sepeda motor di pinggir jalan seberang stasiun, kami langsung pesan makanan. Lalu mengambil tempat di meja bertaplak plastik dan dikelilingi bangku bakso. Persis di samping pilar beton penyangga bangunan stasiun.

Nampang di sana. Foto: Metanoven Tanpa lama, pesanan mendarat di meja. Satu piring ceper cincang daging sapi bertabur bawang goreng. Satu piring nasi bertabur kerupuk. Satu mangkuk berisi kuah gulai dengan rasa dan aroma khas. Masih ditemani dengan segelas air jeruk panas rasa manis, satu toples acar, dan sambal. Makan malam sudah siap!! Satu persatu daging cincang disatukan dengan nasi yang sudah dibasahi dengan kuah gulai. Tak lupa membawa potongan mentimun acar menemani sang cincang. Diguling-guling dan diremas-remas di mulut. Dimasukkan melalui kerongkongan. Dan terjerembablah ke dalam lambung yang sudah sejak sore menjerit minta diisi. Hmmm, uenak. Dagingnya empuk. Rasanya gurih bercampur manis. Biar tambah nendang, daging cincang itu dilumeri kecap manis dan sambal.

Sensasinya bertambah dengan bunyi kriuk sang kerupuk tergilas gigi-gigi rakus ini. Pokoknya, kata temanku, “Cukup recommended!”—sambil menggoyangkan dua jempol tangannya.

Sensasi lain justru datang dari tempatnya. Ternyata enak juga sembari makan mendengar bunyi gemuruh dari kereta api yang lewat di atasnya. Getarannya cukup terasa. Merambat dari bantalan-bantalan rel kereta. Meluncur ke bawah melalui dinding stasiun dan beton-beton penyangga. Merambat ke ubin lantai bawah. Naik lagi melalui kaki-kaki meja. Dan menggetarkan piring, mangkuk, gelas di atas meja itu. Sensasional! Itu pun belum ketambahan deru bajaj atau klakson mobil yang berebut jalan. Namanya juga warung makanan rakyat. Big Grin

Intinya, tempatnya memang sederhana. Warung Pak Minto berderet dengan warung-warung makan lainnya. Ada warung Tegal.Warung pecel lele. Mie ayam. Kios rokok. Tiap hari tampaknya banyak pengunjung. Anda bisa dipastikan akan makan dengan ditemani sekitar 10 pengunjung lain atau bahkan lebih. Meski berada di lingkungan stasiun, tempatnya cukup rapi dan bersih. Jadi, jangan terlalu berprasangka buruk dulu.

Karena enak dan memang lagi seperti singa lapar, akhirnya aku nambah satu piring nasi lagi. Total harga satu porsi nambah satu piring nasi plus satu gelas air jeruk sebesar Rp 18.500. Murah bukan. Hanya modal Rp 20 ribu—bahkan bisa kurang, kita bisa menyantap sajian yang sukup menggugah selera.

Dapur Warung Pak Minto. Foto: Sigit Kurniawan Warung Pak Minto tidak hanya menjual menu cincang saja. Di sana juga ada nasi dan mie goreng. Sebenarnya, warung ini lebih dikenal dengan “Nasi Goreng Cut Meutiah—Bakmi Jawa Pak H. Minto.” Karena aku sudah terlanjut terpikat dengan cincangnya, aku lebih mau mengulas tentang potongan-potongan daging ini. Aku pernah makan mie Jawa-nya. Rasanya juga tidak mengecewakan. Selain itu, ada juga gulai, tongseng, cap cay, dan sate kambing. Minumannya pun minuman khas rakyat. Ada teh gingseng, es teh, air jeruk, teh botol, coca-cola, sprite, dan kopi.

Menurut info tertulis di daftar menu, warung Pak Minto juga menerima pesanan box dan katering. Sebenarnya, aku juga ingin menulis sedikit sejarah dari warung makan ini. Tapi, sayangnya beberapa kali nomer telepon yang tercantum di daftar menu itu tidak bisa dihubungi.

Itu saja kisah menggoyang lidah ala Pak Minto. Meski warung kerakyatan, kalau ada jeda, boleh dijajal!

* katakataku
Lihat juga : marzano, pizza hut, sandwich

Tidak ada komentar:

Posting Komentar