Pages

WELCOME TO MY BLOG

Rabu, 01 Desember 2010

Tongseng

Kita semua tahu ceritanya: di awal tahun 80-an, setelah letih keliling-keliling jualan tongseng, Pak Agus memutuskan untuk mangkal di pelataran mesjid Sunda Kelapa. Peminatnya bukan hanya banyak. Tapi membanjir. Sampai sekarang.

Kuah tongseng Pak Agus memang terkenal: pekat kekuningan, ia kaya santan dan rempah. Selintas, ini kedengaran seperti oksimoron: bagaimanapun juga, bayangan yang lazim adalah bahwa tongseng adalah semacam ‘gulai yang ringan’, dan bukan sesuatu yang digdaya karena bersandar pada santan kental (Agus dan istrinya, Warsiyah, mengaku menggunakan setidaknya 20 butir kelapa sehari). Meski demikian, aroma rempah—yang mencapai 20 jenis—tetap mendominasi, dan menjadi kunci kenikmatan tongseng yang satu ini.

Satu lagi unsur penting: penggunaan tungku arang. Sebagaimana dengan dapur-dapur Arab yang mengandalkan arang untuk mengolah daging kambing, prinsip ini dipertahankan demi mencapai aroma dan cita rasa yang khas. Langkah-langkah pembuatannya tak rumit: bawang putih dan bawang merah ditumis bersama minyak goreng, lalu ditambahkan daging kambing (biasanya bagian paha, yang mudah empuk hanya dimasak sebentar) serta irisan kol dan tomat. Menyusul margarin, merica, kecap manis, dan kuah santan siap saji. Begitu mendidih, tongseng segera dihidangkan dalam masing-masing mangkuk.

Harganya pun cukup terjangkau. Tongseng dan gule hanya Rp 11.000 porsi, sementara satu porsi sate kambing Rp 17.000. Anda juga bisa memesan nasi goreng kambing seharga Rp 11.000. Selain itu, Pak Agus juga menyediakan jeroan untuk gule, yang sudah
direbus terlebih dahulu di rumah.

Harga: Sekitar Rp 30.000 – Rp 60.000 untuk 2 orang
Jam buka: 10.00 – 17:30


* jgfg.vivanew

Tidak ada komentar:

Posting Komentar